Pages

30 April 2011

Berapa Lama Lagi..?





Ketika malam berganti pagi, mengapa harus dengan puisi..?

Apa karna harus mengisi, titik-titik hingga serasi..?

Lalu bolehkan mengambil  bait yang baru?

Agar tak bosan hati terharu,

Sebab aku penikmat kata.


Ketika sore berubah senja, mengapa harus mengeja..?

Apa kau sudah lupa, bahwa kau baik-baik saja..?

Lalu bolehkan membuka lembaran?

Di kala hati tak sabaran,

Sebab aku penikmat rasa.


Ketika jemari lentik berhenti mengetik kata-kata antik,

Berapa lama lagi rasa itu berhenti menggelitik..? 



Thursday, April 28th, 2011



Salaam.. :)
How are u, friends..?
Wish u always in a great feeling ;)
Seems long time no see u in my blog.. hi hi :D
Hope you’ve read my last post about my experience when Tsunami !

What I have to say about this post..?
Hmm..Actually I didn’t mean to make this words into  a topic, my hand just wrote it down. But after I read, I found these words seems like what I feel – KKDH.

A ha..I know some of u (who know) wanna say “again”? (Am I right?) :D
 Weakness, it’s not what I want to say about, friend! It’s truly about finding great power to “u-know-what”. Trust me. But sometimes, we cannot erase the ink, ya maybe u can use correction pen, but still u can read the word after it dries. So how to really really erase it..?

WRITE A NEW WORD, bigger, thicker, darker than before .

If u still can read it, open a new page then,
Like I  do..  :)

Well well..Nothing to say again except "Thank u for reading, see u in the next post and Keep Smile " (^-^)/





         

18 April 2011

Behind the Scene : Saya dan Tsunami Saat Itu ^^


Supaya nyambung, baca "Saya & Tsunami Saat Itu part 1" di http://strawberryphysician.blogspot.com/2011_03_01_archive.html  dan "Saya & Tsunami Saat Itu part 2" di  http://strawberryphysician.blogspot.com/2011/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
thx a lot :) 



Ehm, ehm..Oke, sebenarnya tidak hanya kejadian tsunami itu yang begitu saya ingat. Masih tentang pertemuan kami dengan mami, tapi kalau saya ungkapkan di postingan sebelumnya, bisa merusak alur cerita -_-“
Jadi begini lho ceritanya, sewaktu kami berlari (diiringi backsound yang sedih-sedih), karena terlalu bersemangat, saya tidak perhatikan langkah saya lagi. Berhubung halaman depan rumah sepupu saya itu berbatu-batu (masih ingat cerita sebelumnya kan? :D ), ditambah lompatan lari saya yang begitu bersemangat, maka sukseslah acara pertemuan itu dihiasi dengan adegan saya jatuh sebelum sempat memeluk mami.
Ya ampuun, memang gravitasi itu ga mengenal momen penting ya..?! Malunya minta ampun! (Awas yang ketawa saya catat! -,-)
Setelah acara pertemuan kami dan mami “sukses”, kami pun berkemas-kemas untuk pulang. Saya tidak begitu ingat, apa mami sempat menginap atau tidak.
Sesampainya di Asean, my home sweet home, saya begitu senang dan bersyukur. Akhirnya saya tiba juga di komplek perumahan yang sangat saya sayangi ini. Alhamdulillah..cihuy :D
Memang begitu sampai, saya perhatikan, kira-kira dari bawah sampai sebatas betis, kulit kami agak aneh, seperti kering dan agak bersisik. Itu lho, maksudnya kalau kuku digoreskan, berbekas garis putih. Tapi It’s oke lah, insya Allah seiring dengan waktu (dan dilulurin secara periodic :D ) bekas lumpur itu akan menghilang. Dan Alhamdulillah sekarang sudah ga jadi masalah:)
Meskipun sudah tinggal di rumah Asean tidak berarti saya sudah sepenuhnya tenang. Di pagi, siang dan sore hari memang saya tampak biasa-biasa saja, namun ketika malam saya sering sekali mimpi tentang tsunami dan kematian. Hampir setiap malam. Pernah saya begitu takut dan ga bisa tidur, lalu saya ke kamar mami. Mami bilang coba baca Yaasin saja, dan letakkan Yaasin nya di dekat kepala. Alhamdulillah akhirya bisa tidur juga. Saya mimpi seperti itu terus selama berbulan-bulan.
O iya, mengenai sekolah, saya pindah ke SMPs Al-Alaq yang masih terletak di dalam komplek Asean. Pas saya pindah itu kan bulan Januari, dimana anak-anak SMP itu lagi pada ujian semester 1. Nah, Karena saya sudah resmi pindah kesitu (papi cepat kali ngurus suratnya -_-“),   maka wajiblah hukumnya saya ikut ujian. Oh..God, saya kan belum belajar..
Buku-buku juga ga ada yang saya bawa pulang..saya paling ga suka deh ujian kalau saya belum bisa.. -__-“
Selain itu, di SMP Al-Alaq juga ada pelajaran yang ga ada di SMP 2 saya dulu, seperti bahasa Arab, Teknik Elektro, hmm..saya ga ingat apa lagi.
Zbtszzzzzssstteetszzzbbbb (Bunyi adegan ujian yang dipercepat :D ).  Setelah menempuh kurang lebih seminggu yang “sangat berat”, selesai lah ujian-ujian itu. Terima kasih ya Allah! :D
Pas hari pembagian raport, saya begitu deg-degan. Kira-kira ranking berapa ya..?? teka-teki teka-teko..teman-teman ada yang tau ga..?? hi hi.. ^o^
Oke, focus! Lalu diiringi dengan pukulan-pukulan drum (di dalam pikiran saya), saya mulai membuka lembar demi lembar raport, sambil menahan nafas, saya pun memberanikan diri mengintip satu kolom kecil di bawah total nilai saya.  Dan ternyata angka tersebut menunjukkan..

…………………
…………………
………………….
…………………..
Masih penasaran??
Baiklah, dan ternyata angka tersebut menunjukkan..
36 !
Bukan, bukan! Itu rupanya jumlah siswa di kelas. Yang benar, angka tersebut menunjukkan…
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
…………………
………………….
…………………..
Tiga puluh empat…! Ya, saya dapat rangking tiga puluh empat dari 36 siswa !
Ya Allah, seumur-umur saya ga pernah ngebayangin bisa dapat rangking seperti itu !  #__________#
Tapi ya..memang segala sesuatu yang diberikan Allah pasti ada hikmahnya kan. Ga mungkin juga saya pas pindah langsung ujian, bisa dapat rangking 1. Wong bisanya cuma “ana azhabu ilal madrasah”, alias ga ngerti sedikitpun tentang fi’il mudhari’ dkk.. he he :D

Yah begitu lah sekelumit cerita saya tentang pengalaman saat tsunami. Postingan kali ini memang terkesan berbeda “genre” dengan postingan-postingan sebelumnya yaitu“ Saya & Tsunami Part 1 & 2”. Saya sengaja bedain, karena saya yakin “habis gelap, terbitlah terang. Habis makan, kurus lah badan”. He he he..untuk kalimat kedua saya cuma ngarang ya..(Dalam hati : Amiin..)hi hi :D
Terima kasih banyak ya atas kesediaan teman-teman yang mau mengikuti pengalaman tsunami saya dari part 1, 2 sampai “Behind the Scene”. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT daann…


TETAP SEMANGAAT..!!
YEAH..! (^o^)/





Saya dan Tsunami Saat Itu (Part 2)

Baca sebelumnya "Saya dan Tsunami Saat Itu (Part 1)" di http://strawberryphysician.blogspot.com/2011/03/saya-dan-tsunami-saat-itu.html


Lalu tiba-tiba saya melihat ke luar mesjid, ada kerumunan orang berjalan sambil mengusung sesuatu. Lebih jelas, saya perhatikan : ternyata yang mereka usung adalah sebuah keranda.
Saya terkejut karna saat itu saya belum bisa membayangkan, mengapa bisa sampai menelan korban. Yang saya pikirkan, air laut naik itu seperti banjir, air pelan meskipun tinggi. Tidak terbayang oleh saya air laut naiknya itu seperti ombak. Malah saya berpikir, “Wah..besok di sekolah bakal rame nih ceritanya!” Mayat tersebut ternyata dibawa ke depan toilet mesjid yang kebetulan saat itu kami sedang di depan toiletnya. Mayat tersebut ternyata anak laki-laki, mungkin masih SD. Seluruh tubuhnya pucat kekuningan. Orang tuanya menghampiri dan menangis terisak-isak. Saat itu saya pikir, betapa malang nasibnya !
Setelah beberapa jam di mesjid, kami pun pulang karena air sudah surut. Alhamdulillah rumah kami lumpurnya tidak sampai ke lutut. Alhamdulillah juga papi sempat mengunci pintu, kalau tidak mungkin lebih banyak lagi air yang masuk.  Ketika sedang membersihkan lumpur tsunami, papi bilang bahwa untuk beberapa malam ini kami akan tidur di rumah ketua RT yang jaraknya hanya beberapa rumah dari rumah kami. Kebetulan rumah pak RT itu baru siap kenduri. Jadi masih banyak kursi, periuk dan alat-alat masak yang bisa kami gunakan.
Kami tinggal di rumah pak RT selama beberapa hari. Selama beberapa hari itu, Alhamdulillah kami bisa makan 3 kali sehari meskipun menunya seragam setiap waktu : nasi & indomie. Belakangan saya baru tahu bahwa pada saat kami (orang perempuan) makan di dalam , yang laki-laki di luar tidak makan. Mungkin mereka cuma makan 1 atau 2 kali sehari. Minum harus berhemat. Tidur pun tidak nyenyak karena beberapa menit sekali gempa. Saya masih ingat waktu itu karena sebentar-sebentar gempa, kami akhirnya tidur di luar, duduk meringkuk di atas kursi plastik. Dingin, dingin sekali malam-malam itu, dan tidak ada selimut.
Tapi bukan bagian itu yang membuat saya sedih. Saya rindu. Rindu mami dan kedua adik saya di Lhokseumawe. Membayangkan mereka yang entah bagaimana nasibnya, yang mungkin juga sama takutnya seperti kami. Komunikasi putus sama sekali. Kabar-kabar yang beredar mengatakan daerah seluruh Aceh telah hancur dan porak-poranda. Saat itu saya berfikir mungkin bertemu lagi dengan mereka adalah suatu keajaiban. =’(
Beberapa hari “numpang” di rumah Pak RT, tiba-tiba kami mendapat kabar bahwa salah satu teman mami (termasuk saudara jauh saya juga) di Banda akan membantu kami pulang ke Lhokseumawe, tapi untuk beberapa hari kami harus menginap dulu di  rumah saudaranya di Blang Bintang. Jika situasi sudah memungkinkan, baru kami bisa pulang ke Lhokseumawe. Mereka juga mengatakan kalau kita pergi ke daerah yang agak tinggi di Blang Bintang, sinyal hp bisa ditemukan. Memikirkan itu  membuat saya sedikit tersenyum.
Maka berangkat lah kami ke rumah yang dimaksud. Rumah itu terletak di Blang Bintang. Karena Blang Bintang itu dataran tinggi, daerah itu aman-aman saja rumahnya, tidak ada air yang datang, mayat atau tanda-tanda bekas tsunami lainnya.
Beberapa hari menginap di sana, saya dan kakak2 saya sudah mulai bisa sedikit rileks. Gempa setiap hari memang masih ada, tapi sudah tidak sesering yang kemarin- kemarin. Tidur lebih nyenyak, makan lebih nikmat, ibadah pun lebih tenang.
Pagi itu saya dan kakak saya sedang ngobrol dengan sepupu. Tiba-tiba papi saya datang bergegas menghampiri kami. Wajah papi begitu bersemangat. Papi bilang, “Nak, tadi papi cari sinyal di tempat yang lebih tinggi, Alhamdulillah dapat ! Tadi papi udah telepon mami, Alhamdulillah semuanya selamat, rumah di Asean juga  ga papa. Dalam waktu dekat, insya Allah mami nyusul kita kemari.” Mendengar kabar itu hati saya seakan ingin melompat dari tempatnya! Saya begitu bersyukur dan lega ! :D
Beberapa hari kemudian. Sebuah mobil L300 tiba di halaman depan rumah sepupu saya yang berbatu-batu. Saya begitu menggebu-gebu, rasanya waktu mami untuk turun dari L300 begitu lama, seperti adegan slow motion. Lalu setelah sekian detik yang terasa panjang, setelah mata yang tak putus-putusnya memandang, saya melihat juga sosok itu. Seperti ditiup peluit, serentak kami bertiga berlari hendak memeluk mami. Kami peluk mami erat-erat, seperti tidak mau kami lepaskan lagi. Air mata kami mengalir, mengalir dan terus mengalir, seakan sudah begitu lama dipendam dan ingin dikeluarkan. Wajah mami sangat merah, kelihatan sekali rautnya yang  khawatir dan kelelahan.
 Setiap teringat kejadian itu, tidak pernah saya tidak menangis. Karna kejadian itu pula saya jadi lebih mengerti, keluarga itu  begitu berharga, sangat. Maka sebelum kita benar-benar kehilangan,cintailah.



“Saat itu, ku kira tak ada harapan.
Mengenangnya  menitikkan air mata, ketakutan melanda.
Dingin, dan hanya bau muak yang kurasa.

Aku juga rindu pada ia yang melahirkanku,
Juga  mereka yang datang setelahku,
Dan juga yang pergi mendahuluiku..

Tsunami 26 Desember adalah sebuah pelajaran nyata Sang Maha Besar untuk kita.
Menghadapinya adalah sebuah ujian, memaknainya adalah sebuah kelulusan.
Ya, aku memang bukan yang rangking 1. 
Namun aku cukup tahu,
Tsunami adalah sebuah PESAN untukku.”


-Sebuah negri di Tengah April