Pages

12 March 2011

Saya dan Tsunami Saat Itu

Salam..
Malam teman-teman..
Apa kabarnya nih..?
Moga pada sehat, juga penuh semangat ! :)

Hmm..Teman-teman, pasti kalian uda pada dengar kan tentang tsunami di Jepang hari jumat kemarin (11-03-11)?
Yup, Gempa berkekuatan 8,9 SR itu juga diikuti dengan tsunami setinggi 10 meter. Hmm, Bicara tsunami, saya jadi teringat pengalaman saya waktu tsunami 26 Desember.
          Waktu itu saya masih kelas 2 SMP. Kejadian tsunami itu beberapa minggu setelah lebaran dan hampir mendekati ujian semester 1. Awalnya saya tinggal di Banda Aceh tepatnya daerah Keudah Belakang dengan kakak pertama, kakak kedua dan saudara sepupu saya. Sedangkan orang tua, 2 adik saya dan seorang kakak pembantu tinggal di komplek PT. AAF alias asean di Aceh Utara. Jadi ceritanya kami anak rantau gitu lah :D
          Jadi, siang itu kami rencana pindah ke rumah kami yang baru dibangun di daerah Kp. Pineung. Sebenarnya papi saya tidak setuju karena rumah yang  baru itu “belum layak tinggal”. Kayu2, balok-balok besar masih banyak bertumpuk-tumpuk. Ruangannya belum semua dicat. Pagar belum ada. Lantai yang uda dikeramik baru kamar-kamar dan ruang TV di tengah. Dapur belum beres. Lantai atas lebih-lebih. Halaman juga “tidak-sanggup-kita-liat”. Intinya memang belum layak tinggal. Tapi mami bersikeras (dari bulan puasa) untuk siapin rumah itu. Mami bahkan bilang, “Ga papa bayar tukangnya mahal sikit karna puasa, yang penting nanti siap lebaran bisa kita pindah.” Pada saat proses pemindahan barang mami juga bilang, “Kalau bukan sekarang, ntah kapan lagi kita bisa pindah.” Ya akhirnya kami jadi pindah juga ke rumah itu.
Sebenarnya tidak cuma papi, kami semua pun pada heran, ada angin  apa mami kok pingin sekali pindah. Memang sih rumah di Keudah Belakang mau disewain, tapi kan tidak perlu terburu-buru seperti ini? Tapi di sisi lain, saya juga berpikir, mami pasti punya rencana yang lebih bagus.
Itu sekitar 3 minggu sebelum tsunami. Tinggal lah kami di rumah yang “seadanya” itu.
Sejak pindah rumah, kami jadi tinggal bertiga. Sepupu saya tidak tinggal sama kami lagi. Tapi dia masih berlokasi di Banda Aceh. Tak lama setelah pindah, Alhamdulillah rumah di Keudah Belakang ada yang mau sewa. Jadi papi saya pun datang ke Banda untuk mengurus surat sewa-menyewa dengan sang calon penyewa.
Setelah melihat rumah dan berbincang-bincang, si calon penyewa kelihatannya merasa “klop”. Ia pun langsung ingin membayar uangnya. Mungkin  karena takut ada calon penyewa lain yang mau bayar lebih mahal. Tapi papi bilang,”Ga usah, pak, bu. Hari Minggu saya pulang ke Lhokseumawe, nanti uangnya ditransfer saja ya.” Itu kejadiannya antara hari Jumat atau Sabtu tanggal 24/25 desember. Si calon penyewa pun setuju.
Minggu, 26 Desember 2004, sekitar jam 8 pagi. Waktu itu saya lagi nonton Doraemon sambil baca buku cetak karna hari seninnya ulangan (saya lupa ulangan apa) sambil makan kacang sambil baca buku Harry Potter 2, Chamber of Secrets. Kedua kakak saya pun lagi bersantai. Papi saya lagi duduk di depan computer. Papi lagi ngetik surat sewa rumah. Papi cerita, waktu itu teringat sekali, papi lagi mengetik kalimat, “ Jika ada kebakaran, gempa, dan lain sebagainya”, tiba-tiba kejadian lah gempa. Awalnya papi saya kira beliau pusing. Tapi beliau lihat kami semua juga ikut “bergoyang”. Kami pun lari ke halaman depan. Saya tidak ingat persis berapa menit gempa pertama. Yang pasti, gempa nya berhenti, lalu terjadi lagi, berulang-ulang kali. Herannya saat itu saya masih sanggup makan kacang. Saat itu saya kira itu cuma gempa biasa.
Kami masih di luar. Tiba-tiba gempa datang lagi. Yang ini lebih kuat, kuat kali malah. Sampai-sampai saya terfikir, “Ya Allah, apa ini yang namanya kiamat..? Tapi ini kan bukan hari jumat..”
Kami pun berzikir sama-sama. Lama, kami masih di luar. Tiba-tiba saya melihat banyak kereta lewat dengan kencang. Kebetulan rumah saya di ujung gang, jadi bisa melihat dengan jelas kendaraan yang berlalu-lalang. Lalu mobil-mobil juga lewat dengan kencang. I have no idea why. Saat itu saya kira di arah yang dituju ada pesta atau kenduri (Ya Allah!) Tapi makin lama kok makin banyak ya. Lalu ada orang-orang berlari. Bawa barang-barang di atas kepala mereka. Bermacam-macam.  Kami semua masih terheran-heran di depan rumah. Lalu papi saya bertanya sekilas sama orang-orang yang lewat,” Ada apa?” Tapi ga ada yang berhenti untuk memberi jawaban. Saat itu saya sudah mulai panik, kira-kira ada bencana apa dari arah mereka datang..?
Lalu saya dan kakak saya juga mencoba bertanya pada orang-orang yang lewat. Lama kami berdiri tanpa jawaban. Sampai ada seorang laki-laki setengah baya yang mau berhenti dan berkata,”Air naik pak!” Kami ga mengerti, ”Air apa?” Lalu ia jawab lagi,”Air laut pak. Air laut naik !” lalu laki-laki itu pun berlari bersama warga lainnya.
Di tengah kepanikan, saya berdiri kaku di halaman depan. Bingung, apa yang seharusnya saya selamatkan dan tak bisa menebak sejauh mana saya harus berlari. Kakak saya yang pertama sempat mengambil jilbab. Saat itu, sebelum berlari, papi saya sempat mengunci pintu depan. Lalu kami pun berlari mengikuti orang-orang sebelum kami.
Tak lama kami berlari, karena ternyata kebanyakan orang menuju mesjid Darul Falah yang masih terletak di kp. Pineung. Sesampainya di sana, banyak yang mau naik ke lantai atas. Tapi papi saya bilang, “Nak, kalian di bawah saja ya. Papi mau shalat dulu. Kalian berdzikir ya nak”. Saya pun merinding. Saat itu, adzan dikumandangkan bukan pada waktunya. Orang laki-laki banyak yang berdiri untuk shalat. Saya ketakutan. Saya lihat wajah kedua kakak saya, mereka juga kelihatan takut dan khawatir. Sedihnya, kami ga bisa shalat karena di antara kami bertiga cuma kakak saya yang pertama yang berjilbab. Sekitar beberapa jam kami di mesjid. Kami pun sempat berbicara dengan seorang ibu untuk mencari informasi. Dari situ kami tahu, bahwa air laut yang naik ternyata sangat tinggi dan dahsyat. Ibu tersebut dari asrama haji. Saya perhatikan pakaiannya basah sampai ke jilbab.
Lalu tiba-tiba saya melihat ke luar mesjid, ada kerumunan orang berjalan sambil mengusung sesuatu. Lebih jelas, saya perhatikan : ternyata yang mereka usung adalah sebuah keranda.


(……Bersambung ke “Saya dan Tsunami part 2”)

8 comments :

suhendra said...

upa..sambungannyaa kapan niih?
ditunggu yaaa
penasaran ama ceritaanyaa

Shirakawa Almira said...

wah...baru buka blog lagi ni..
thanks ya su uda baca..
ntar insya Allah secepatnya deh upa posting yang part 2 nya.. :)

Monza aulia said...

waduh, ikutan merinding juga aku.. buruan part 2 nya..!!

suhendra said...

ok deh upaaa..ntar kalo udah update kasi tw suu yaaa..
ditunggu nii :)

Muhammad Fadhil said...

Menarik juga ...^_^

Muhammad Fadhil said...

Mantap .. mantap ...^_^

Muhammad Fadhil said...

bagus cerita na ... part 2 jngan lama2 ya ...

Shirakawa Almira said...

Makasi banyak ya buat teman-teman yang uda baca..
malam ini baru sempat upa posting yang part 2 nya :)

Jgn lewatkan juga "Behind the Scene : Saya & Tsunami Saat Itu", ceritanya tentang sisi lain
di balik pengalaman tentang tsunami, pokoknya jauh dari kesan serius deh..he he, insya Allah secepatnya akan diposting :D

Jazakallahu khairan :)